Rabu, 09 November 2011

Menolak menjadi batu

Aku menolak menjadi batu
Siapapun tentu akan melakukan itu
Ketika semua tak mampu lagi seperti inginmu
Dan dunia pun terasa kaku

Aku memusuhi ketidakjelasan
Namun kenyataannya hanya ada keabu-abuan
Dalam setiap apa yang ada dalam fikiranku, kamu, dan mereka
Ketika ku merubah haluan
Memang tidak banyak perubahan yang tercipta
Dan aku melewati batas kewajaran
Hingga dunia kembali menendang jalanku

Ketika arah sudah tidak pernah ada dalam perjalanan
Aku hanya ingin menuju sebuah kebaikan
Mengikuti kompas kehidupan
Meski  jelas aku tak pernah tau satuoun jalan
Melangkah, tertaih dalam gelap
Menelusuri setiap asa inginnya perubahan
Dan kembali ku balikan kenyataan

Keresahan, kegundahan, kadang hanya kita yang merasakan
Atau justru kita sendiri yang menciptakan
Kemudian kita sendiri yang merasakan
Tanpa  pernah ada yang tau apa itu kelelahan

Aku lelah berlari
Capek berjalan
Bosan merangkak
Dan enggan untuk duduk

Namun pernahkah kau bayangkan
Ketika kelelahan ini melampaui fitrahnya
Kecapekan ini merusak asanya
Kebosanan ini menghancurkan mimpinya
Dan keengganan ini memadamkan api

Benar
Tidak semua orang akan mengerti
Memahami apa yang kau rasakan
Atau mendengarkan apa yang tak kau katakan
Karena semua memang didesain tanpa kebetulan
Atau ketidaksengajaan

Aku pernah berjalan
Pada satu lorong waktu tanpa kemanfaatan
Kemudian semua hanya penyesalan
Namun ketika sebuah bertitel agung
Bernama perubahan
Penyesalan itu tetap ada
Karena semua tetap tak sesuai asa

Selasa, 30 Agustus 2011

Ketika ketakutan itu menghantui


tahun ini lebih berbeda, berbeda dari tahun-tahun sebelumnya bukan karena gw gak lebaran di kampung ini juga udah tahun ketiga gw gak mudik sejak jadi perantauan. Tapi lebih karena tahun ini lebaran gw dalam ketakutan.

Sebuah tes yang gw anggap besar tengah menanti di hadapan. Tanpa basa basi emosi pun tiada mampu ditahan dan dikendalikan. Meledak-ledak layaknya petasan, menyembur seperti larva panas. Berulang kali tak termaafkan dan masih saja akan seperti itu.

Deritanya ketika banyak kata yang tak terucapkan. Ketika sakit yang terasa kau pendam, ketika pedih yang merajalela kau redam, bersiaplah meledak dalam waktu yang tak ditentukan. Banyak yang berkata "apa susahnya kau berterus terang, katakan apa yang kau rasakan, dan semua akan mengerti"

Tak segampang itu kawan, lidah ku memang tak terbuat dari cairan biasa yang gampang beku dalam suhu rendah, juga bukan dari besi perkasa yang tak bisa lagi dibentuk, lidahku seperti lidahmu, bisa kelu dan kaku tanpa perubahan suhu atau pun perbedaan keadaan.

Kau melihat aku ibaratnya air yang membeku diatas danau kawan. Penampakan luarku begitu tangguh seperti tak terkalahkan, namun hati ku rapuh dan gampang terpatahkan. di balik bekuan es keras yang terlihat, tersimpan hiu-hiu lapar yang siap menerkam, serta air yang keruh karena dada bergemuruh.

Kawan, aku mempercayai banyak hal kepada banyak orang, namun tak banyak yang kupercayai untuk hal-hal lainnya. Aku memilih dian untuk melupakan dalam kesendirian dan bersiap waktu yang akan memberi jawaban.
Aku merasa berbeda dari yang biasa, merasa terasing dalam kehebohan dunia, menjadi sendiri meski banyak orang pada faktanya. Kenyamananku dalam kesendirian telah menghantui banyak ingatan. pikiranku berkecamuk kata ketakutan, dan aku tumbuh liar diantara damainya malam. siapa yang peduli?? Mungkin hanya sedikit energi yang terpahami

aku terlalu lemah akan pujian, dan rapuh dengan cercaan. merasa berbeda dalam keterasingan. mungkin aku kurang bersyukur atas apa yang ku dapatkan, namun kenapa sulit hati ini untuk menyadari atas semua ketercukupan.

'maafkan masa lalumu, karena sesuram apapun masa lalumu, masa depanmu masih suci dan ukirlah dia dengan prestasi' benar kawan, yang kau katakan benar kawan, aku percaya itu. Genggamlah tanganku dan ajarkan aku untuk memaafkan, ajarkan aku memaafkan masa lalu yang ada, dan menerima semua sebagai hal yang ideal.

seperti berada dalam sebuah gubuk reot yang siap dihancurkan kapan saja, yang mana di sekelilingnya gedung-gedung raksasa yang terus tangguh, kokoh, dan tak terbantahkan. Setiap harinya dari gubuk reot tersebut kau bangun sedikit harapan meski bukan jangka panjang. Meski lebih sering terhancurkan oleh kenyataan.

Maafkan maafkan maafkan untuk ketidaksengajaan dan kesengajaan tingkah yang menyakitkan. Sebuah perbedaan yang tak terpahamkan, dan mengais persamaan diantara debu-debu perbedaan. Mencoba menemukan kewajaran di antara hal aneh yang tak terjelaskan.

Kawan,, aku tak kan menangis, karena aku tak akan mengubah pandanganmu tentang kuatnya lapisan es yang ku bangun di atas hamparan air danau di musim salju ini kawan. Semoga kelak kebebasan tak terbantahkan.

Senin, 01 Agustus 2011

Memaafkan masa lalu


Mengikhlaskan masa lalu dan memaafkannya memang tak semudah membalikan telapak tangan. Setidaknya itu yang gw rasakan beberapa tahun belakangan. Berimbas banyak pada sikap, perilaku, dan kehidupan gw meski tak banyak yang menyadarinya. Ketika masa lalu menjadi momok yang menakutkan, hingga membayangkannya pun terasa begitu menyakitkan. Meski kadang gw sendiri tak paham masa alu seperti apa yang telah menghantui gw, atau lebih tepatnya gw tak berani memutuskan masa lalu mana yang mengganggu gw.

Seperti sebuah ketakutan, yang ketika kita terus berusaha untuk menghindar maka akan semakin sulit untuk berdamai dengan ketakutan itu sendiri. Gw mencoba mencari jalan lain untuk menghindari rasa takut yang ada dalam hati namun mau tidak mau hal tersebut akan tetap gw temui kemana pun gw pergi hingga ketika waktunya dating gw tercekap dan terjadi perubahan sikap begitu drastis.

Suatu ketika seorang sahabat yang mengetahui segelintir ketakutan gw berkata “ikhlaskan masa lalumu, maafkan masa lalumu, karena hanya itu satu-satunya cara agar kau bias menerima hari ini dan bersiap untuk hari esok”. Berkali-kali rasanya gw telah mengikhlaskan semua atau lebih tepatnya hanya berusaha untuk melupakan dan menghindarinya.

Seperti telah merusak alam bawah sadar gw, sehingga ketika saat itu dating maka akan banyak kesalahan bodoh yang gw lakukan sehingga menyebabkan orang sekitar gw menjadi kesal dan menganggap gw tak lebih dari seorang bodoh yang tak pernah tahu tujuannya hidup.

Jujur gw lelah untuk terus bersama masa lalu, namun tak satupun tempat gw temukan yang cocok untuk mengadu. Tuhan tentu saja, gw terus berdoa supaya gw mengikhlaskan semua. Bahkan ketika harus menuliskan yang gw rasakan dalam sebuah tulisan tanpa identitas gw tak pernah sanggup. Perasaan gw selalu mengatakan gw dalam keadaan baik-baik saja tanpa permasalahan apapun dan menganggap ringan setiap masalah di depan gw. Belakangan gw sadar ada hal yang selama ini membuat gw selalu menghindar dan mencoba seolah-olah tak bermasalah.

Setidaknya malam ini gw merasakannya, seperti menonton kembali ketakutan-ketakutan gw yang gw sendiri masih mencari ketakutan seperti apa yang terus ada. Meski menangis gw hanya merasakan kelegaan yang semu, karena ketika dating waktunya gw akan seperti seorang yang dihadapkan pada phobianya dan harus melawan phobia tersebut dalam hitungan detik.

Mengikhlaskan masa lalu, ya gw harus mengikhkaskan semua. Entahlah masa lalu seperti apa yang harus gw ikhlaskan tapi setidaknya gw berbahagia dengan semua masa lalu. Atau memaafkan masa lalu, ya memaafkan masa lalu. Meski tidak perlu bersalaman untuk semua kata maaf, namun gw yakin memaafkan masa lalu akan membuat gw tenang.

Dan pertanyaannya sekarang, sanggupkah gw mengikhlaskan dan memaafkan masa lalu itu? Atau adakah jalan yang akan gw temukan untuk menuju kesitu? Atau akankah gw temukan seseorang yang menuntun gw ke jalan tersebut? Entahlah.. semoga saja…

"Ada dua pilihan utama dalam kehidupan: menerima keadaan sebagaimana adanya atau menerima tanggung jawab untuk mengubahnya. Jadi, berdamailah dengan masa lalu dan maknailah masa lalu dengan benar, maka hidup Anda akan jauh lebih indah”

-Dennis Waitley-

Kamis, 31 Maret 2011

Tentang sebuah pilihan


“Hidup adalah pilihan” , ya gw menyadari hal itu sejak lama, dan berulang kali mengalami (tentunya). Namun ketika gw berada dalam sebuah pilihan besar dengan masa depan sebagai taruhannya gw berada dalams satu posisi terberat yang pernah gw lalui. Ini memang tentang sebuah pilihan, tentang masa depan, dan tentang sebuah keharusan dan tanggung jawab menjadi seorang anak dari keluarga penuh cinta.

Sebuah flashback masa lalu, saat usia gw memasuki masa SMP sekitar 12 tahunan gw pernah dihadapkan dengan sebuah pilihan besar untuk melanjutkan pendidikan. Hingga akhirnya entah apa yang mempengaruhi fikiran gw, sampai akhirnya memutuskan sebuah sekolah (boarding school) yang belum pernah terbayang sedikitpun oleh gw. Tanpa terasa 3 tahun berlalu dan semua yang pernah terjadi disana menjadi salah satu kenangan terindah gw yang gw ingat hingga saat ini.

Gw pernah berada dalam satu titik terbaik penuh semangat, punya berlimpah cita, dan berjuta harapan untuk sebuah masa depan. Sampai akhirnya seperti gayung tak bersambut semangat itu terkikis waktu, tujuan itu kelam layaknya tertutup awan kelabu, dan harapan itu layu termakan waktu.

Dalam sebuah pilihan besar gw menentukan sebuah tujuan, dan terus berjalan seperti sebuah air berkurang atau bertambah hingga mencapai hulu tergantung hambatan dalam perjalanan ini. Saat ini gw seperti dalam semangat terendah, motivasi terkecil, dan harapan terhampa, dengan pesimisme dimana-mana. Namun ada banyak cinta untu meng-cover-nya.

Sebuah penguatan: untuk sesuatu yang gw tidak suka sejak awalnya gw bertahan keras hingga mencapai finishnya. Dan ketika selangkah lagi kata finish itu gw capai semua kebimbangan itu seperti menguasai semuanya. Dan ini menjadi sebuah pilihan TERBESAR yang mempengaruhi hidup gw.

Pengaruhnya begitu besar, kata semangat gw hilang, dan tujuan hidup gw menjadi  seperti hanya berserah pada nasib. Padahal gw sadar betul “Allah tidak akan mengubah nasib sebuah kaum selain kaum itu sendiri yang berusaha mengubahnya”. Namun saat ini gw seperti orang baru dalam dunia baru dan tak tahu harus seperti apa. Bahkan rambu-rambu pun tak ada. Gw seperti kehilangan arah dan kehilangan petunjuk daerah yang gw cari. T_T

Saat ini, saat gw berada pada satu titik nadir dimana gw harus segera mengambil keputusan besar, yang akan berpengaruh luas. Kebiasaan tak mampu bicara tentang yang gw rasa, gw sadari itu menyakitkan. Tak banyak yang menyadari apa yang sedang merasuki sebuah kebimbangan hati. Namun sebuah kamuflase kebahagiaan pebuh tawa akan terus tercipta. Entah sampai kapan gw harus bersembunyi dibalik ke”pura-pura”an, namun untuk saat ini itu hal terbaik yang dapat gw lakukan untuk menghindari hal yang lebih buruk lagi.


Memang gw punya sedikit harapan akan bertahan jika memutuskan sebuah pilihan besar. Jika empat tahun bertahan dalam ketidaknyamanan gw yakin satu tahun akan dapat gw laluin meski harus berat dengan penantian panjang. Harusnya sebuah diabaikan, atau dipilih untuk akhirnya menjadi seseorang yang terlupakan??? Seperti sebuah layangan, pegangannya begitu rapuh, tertiup angin maka akan bergerak kea rah dorongannya, hingga suatu saat siap putus dan terlepas dari segala ikatan, terombang-ambing di udara menunggu terjatuh ke bumi atau tersangkut di dahan pohon. TRAGIS….

Jumat, 14 Januari 2011

terima kasih sahabat....

'berbagi itu akan membantu mengurangi bebanmu' pernah gw anggap klasik ungkapan yang demikian hingga gw bertahan sendiri dalam setiap deraan. Entah apa yang membuat gw merasa nyaman dengan apa yang gw lakukan. Banyak hal yang didiamkan dan terlewatkan dan akhirnya tanpa penyelesaian. Pendewasaan membawa gw menjadikan hal tersebut  sebagai sebuah permasalahan hingga akhirnya gw berada pada satu masa yang gw sebut sebuah keputusasaan.

yahh.. selama ini gw berada dalam zona 'ter'nyaman dalam hidup gw. Ketakutan melakukan sesuatu yang besar dan keluar dari kenyamanan itu telah membuat gw merasa menjadi seorang yang telah menyelesaikan tugas besar dan ingin berhibernasi dalam jangka waktu panjang. Kenyamanan telah membuat gw ketakutan akan masa depan, seperti akan menghadapi permasalahn besar dan rintangan yang sulit dalam sebuah pencapaian.

Sebuah penantian dan usaha besar yang gw lakukan untuk keluar dari zona tersebut. Mulai membuka diri dan berbagi setiap yang gw rasakan. Selama ini selain krisis kepercayaan terhadaporang lain ternyata yang lebih parah lagi gw mengalamai krisis kepercayaan kepada diri sendiri dan ituu tidka gw sadari. Waktu membawa gw untuk merenung sejauh mana sebuah pencapaian dan sikap yang selama ini gw pertahankan untuk membawa gw menjadi seorang yang gw anggaplebih baik.

Malam ini seorang sahabat berkata: hanya fikiran gw yang telah mengacaukan setiap perencanaan yang sudah gw buat,sesungguhnya di laam bawah sadar gw, telah ada sebuah tujuan yang menanti tindakan untukpencapaian..

to be continued (gw gak sanggup mengingat semuanya saat ini)


Minggu, 09 Januari 2011

Saat ini

Saat ini....
yah saat ini..
k tak ingin sendiri..
ingin hadirnya seorang teman
entah apa bentuk mu
atau dengan cara apapun kau datang
ku hanya ingin tertawa
merasakan kembali bahwa hidup itu ada..
kali ini ku berada dalam kepasrahan
dan nyaris putus asa...
kesepian dan kesendirian seperti memperburuk suasana
ayoolah bahagiaaa
kenapa kau begitu enggan bersamaku
kawan...
saat kau hadir ku tau
ku tak kan mampu bercerita apapun untukmu
membagi kisahku
atau sekedar bercengkrama denganmu..
tapi kawan
di dada ini seperti telah meluap-luap
ledakan emosi, amarah, tangis dan semuanya..
kau benar kawan
ku tak sendiri
tapi jiwa ku merasa sepi kawan....
Jiwa ku mati
dan tinggal menunggu saatnya raga ini

Sabtu, 08 Januari 2011

(Akhirnya) pecah juga

Lama memang telah tertahan dan gw rasakan, dan malam ini seperti kerasukan setan semua gw lepaskan. Meskipun tak memperoleh kepuasan melainkan hanya penyesalan tapi seperti episode baru dan tantangan baru. Agghhh.. sayangnya gw masih terlalu takut menghadapi semua.. masih terlalu ciut untuk membahas semua, masih terlalu rendah untuk membahas semua.
Saat ini gw seperti ingin sendiri menjauh dari dunia gw. Gw sadar hal itu mustahil terjadi dan tak akan mungkin terjadi. Yang gw dapati hanya jiwa yang kosong berharap mati sebelum masanya. Saat ini tak ada yang lebih gw rasakan selain penyesalan mendalam pada orang yang paling gw sayang. Meski demikian ada ketakutan yang terus menghantui.

Gw pernah salah, pernah memendam semua da merasa cukup dalam diam. Tapi belakangan gw merasa memiliki jiwa yang mati dan hidup tanpa arti. Gw menjalani kehidupan seperti biasanya penuh tawa namun sayangnya kesendirian selalu membunuh bahagia. Hidup seperti mainan belakan,gw berjalan tanpa tujuan saat letih itulah yang gw anggap pencapaian.

Dan saat ini tak ada lagi yang gw inginkan untuk selanjutnya. Gw telah lama memendam cita-cita dan masa depan, berharap langkah yang membawa kesana. Jika kau bertanya apakah cita-cita masa kecilmu?? maka ku tak kan sanggup menjawabnya, gw udah lupa pernah kecil, gw udah lupa pernah bercita-cita.

Dalam ini gw seperti di ambang kehancuran. Bersiap melangkah dan tertatih mencapai ujung perjalanan. Gw tak kan pernah menyebutnya tujuan karena hal itu tidak pernah menjadi tujuan gw.Yang gw fikirkan hanyalah saat ini hari ini, dan tak sanggup memikirkan masa depan.

Bagi gw masa depan hanya lah harapan.Mungkin tercapai mungkin saja tidak. tapi gw berpasrah pada keadaan. Gw tak punya usaha pencapaian. Jangankan usaha gw tak  punya tujuan sama sekali. Hei waktu kau boleh bunuh aku dalam diam, dan tetap lah diam agartak ada yang bahawatelah lama ku hidup tanpa pengharapan.